IQNA

Meninggalkan Dogmatisme dan Disiplin Emosional dalam Alquran

10:21 - April 23, 2024
Berita ID: 3479962
IQNA - Dalam naungan ajaran Alquran, fanatisme manusia terhadap pendapat dan keinginannya dihilangkan dan kemampuannya mengendalikan emosi dalam situasi yang tidak menyenangkan ditingkatkan.

Meninggalkan Dogmatisme dan Disiplin Emosional dalam Alquran

Beberapa keyakinan Alquran memainkan peran penting dalam memotivasi orang untuk berhati-hati dan teratur dalam emosi mereka. Sejatinya, anjuran dan himbauan Alquran untuk berhati-hati dalam emosi dan mengaturnya lebih dari apapun dapat menjadi dasar sistem disiplin emosi.

Misalnya, penyebab-penyebab yang diketahui manusia kadang-kadang mempunyai akibat terhadap dirinya, namun tidak selalu menjadi sumber dampak dan akibat tersebut, dan bisa saja menimbulkan akibat yang sebaliknya. Alquran mengatakan:

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216) Artinya, tentang apa yang kamu benci, berikan kemungkinan bahwa di dalamnya ada kebaikanmu, dan tentang apa pun yang kamu sukai, berikan kemungkinan bahwa itu buruk bagimu.

Ayat ini menghilangkan segala fanatisme terhadap pendapat dan keinginan serta menciptakan semacam keluasan wawasan dalam diri seseorang yang dapat dengan mudah menghadapi permasalahan yang bertentangan dengan pendapat dan keyakinannya serta melawan kondisi yang tidak menyenangkan dan sulit dalam perjalanan mencapai kepentingan dimensi lain dari masalah tersebut dan mempunyai daya cerna yang lebih tinggi. Keadaan ini memberi seseorang kedamaian khusus, meskipun demikian ia kehilangan kendali atas emosinya yang sulit dan menjadi pekerjaan yang nyaman.

Pandangan bahwa segala sesuatu bergantung pada kehendak dan keinginan Tuhan, dan dalam hal ini, penghapusan kesedihan juga ada di tangan Tuhan, memberikan kedamaian pada individu. Dalam kisah Luth, ketika para utusan itu menjelma dalam wujud pemuda tampan, kita membaca:

وَ لَمَّا أَنْ جَاءَتْ رُسُلُنَا لُوطًا سِيءَ بِهِمْ وَضَاقَ بِهِمْ ذَرْعًا وَ قَالُوا لَا تَخَفْ وَ لَا تَحْزَنْ إِنَّا مُنَجُّوكَ وَ أَهْلَكَ

Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepada Luth, dia merasa susah karena (kedatangan) mereka, dan (merasa) tidak punya kekuatan untuk melindungi mereka dan mereka berkata: "Janganlah kamu takut dan jangan (pula) susah. Sesungguhnya kami akan menyelamatkan kamu dan pengikut-pengikutmu, kecuali isterimu, dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan)." (QS. Al-Ankabut: 33) Ketakutan selalu disebabkan oleh suatu hal yang tidak disukai yang mungkin saja terjadi dan kesedihan datang ketika yang tidak disukai itu terjadi.

Ayat ini juga dengan indahnya menunjukkan bahwa tidak ada penolong selain Allah dan orang yang tidak beriman akan hal tersebut akan selalu murka dan marah karena peristiwa kehidupan dan amarahnya tidak akan pernah reda. Kedamaian akan kembali kepadanya hanya ketika dia mempercayakan dirinya dan perencanaan urusannya kepada Tuhan dan dengan bantuan dan pertolongan-Nya, dia berusaha untuk mencapai tujuannya. (HRY)

captcha